Rabu, 08 April 2015

[Catatan perjalanan] Pendakian Puncak Halau-halau, Puncak Tertinggi Kalimantan Selatan



Mungkin bagi kalangan pendaki / traveler di Indonesia gunung yang satu ini masih belum populer sih, namun bagi pendaki daerah Kalimantan Selatan terlebih di daerah saya di Barabai - Hulu Sungai Tengah so pasti sangat kenal dengan gunung yang
satu ini. Oya, sebenarnya kalau disebut gunung juga bukan sih, karena ketinggiannya yang kurang dari 2.000 mdpl mungkin lebih tepatnya disebut bukit (menurut info yang saya dapat). Karena kebiasaan masyarakat setempat sudah dari dulu kalau menyebut daerah dataran tinggi itu dengan kata ‘gunung’,  so terserah Anda mau nyebut bukit atau gunung. Inilah Puncak Halau-halau (gn Besar) yang gagah berdampingan dengan puncak Halau-halau Bini. Puncak ini bisa dilihat dari kejauhan pada sudut tertentu. Puncak ini adalah puncak tertinggi di jajaran pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan.  Tepatnya di kecamatan Batang Alai Timur Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan.

Sebenarnya sudah 2 tahunan saya ingin membuat tulisan/catatan tentang pendakian ini, namun karena keterbatasan waktu dan juga kurangnya kemahiran saya dalam bercerita dan menulis, akhirnya tulisan ini saya selesaikan juga dengan meskipun dalam tata bahasa yang tidak teratur…hehehe
Tidak seperti di pulau-pulau Jawa misalnya, yang setiap minggu bahkan setiap hari ramai dikunjungi oleh pendaki yang ingin mendaki, berbeda disini mungkin karena jarak yang lumayan jauh dari pusat ibukota provinsi atau kurangnya promosi dari pemerintah setempat atau mungkin satu alasan tertentu. Kawasan ini memang belum dibuka secara resmi sebagai tempat wisata pendakian oleh pemerintah terkait. Itulah mengapa tidak ada pos-pos bangunan istirahat seperti di pulau Jawa ataupun tempat pendakian terkenal lainnya.
Hanya beberapa kelompok pendaki local dari kalangan mapala, orpala, traveler dsb atau luar daerah datang ke sini baik untuk pelantikan anggota mapala maupun hanya sekadar  ingin mencumbu puncak dengan ketinggian 1.901 mdpl ini.

Pendakian massal diagendakan tiap antara tanggal 15 – 19 di bulan Agustus dengan pengibaran bendera Merah Putih di puncak Halau-halau Laki. Jadi, bagi yang ingin mendaki dengan banyak teman disarankan ikut pendakian massal ini. Kalau mendaki hanya beberapa orang tanpa ada guide takut terjadi hal-hal yang tidak diingankan, mengingat medannya yang hampir 90%  menyusur hutan lebat yang tertutup. Bagi saya inilah kelebihan Kalimantan dengan hutannya yang masih alami dengan berbagai jenis pohon/tumbuhan, meskipun sebagian sudah banyak dijadikan lahan-lahan rupiah bagi kalangan tertentu.

Sebagai masyarakat Hulu Sungai Tengah (HST), sangat rugi kalau saya belum pernah merasakan berada dipuncak tertinggi di Selatan Borneo ini. Berikut sedikit cerita perjalanan pendakian ke Puncak Halau-halau.
Kebetulan karena saya tinggal di HST perjalanan memerlukan waktu sekitar 4 hari PP untuk menuju puncak Halau-halau. Dari ibukota HST Barabai membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam menuju desa Kiyu yaitu desa terakhir sekaligus pintu gerbang menuju puncak dikawasan pegunungan Meratus yang masih asri. Parkir saja kendaraan di desa Kiyu, dijamin masyarakat disana ramah dan so pasti sangat aman bro. Disarankan sebelum mendaki agar meminta izin pada warga setempat, karena mengingat puncak Halau-halau merupakan salah satu tempat keramat bagi warga desa Kiyu yang masih memeluk agama kepercayaan Kaharingan.

Oke, perjalanan dimulai.

Adapun rute yang ditempuh adalah : Desa Kiyu - Shelter Sungai Karuh - Shelter Penyaungan - Puncak - Shelter Penyaungan - Shelter Sungai Karuh - Desa Kiyu


Hari Pertama :
Desa Kiyu – Shelter Sungai Karuh
Menuju desa Kiyu
Desa Kiyu

Tujuan pendakian dihari pertama adalah shelter Sungai Karuh dengan estimasi waktu 6 – 8 jam. Langkah pertama pun kulangkahkan bersama teman-teman pada jembatan gantung di ujung desa Kiyu, sungai dibawahnya bergemuruh dengan riam-riam kecilnya. Satu jam pertama pendakian masih berupa landai, menyusuri hutan produksi dengan melangkah di jalan setapak berupa semen/batako yang sudah mulai pecah-pecah sambil menyebrangi beberapa buah sungai . Rindangnya pepohonan dihampir sepanjang  jalur yang dilalui dapat mengurangi lelah dan keringat yang mengucur ditubuh. Ditambah suara gemuruh air sungai menambah suasana yang semakin dekat dengan alam.

Jembatan di desa Kiyu, langkah awal dimulai dari sini

Setelah menemui jembatan dengan dua buah aliran sungai (sekaligus sumber air terakhir) baru ada beberapa buah tanjakan yang lumayan bikin ngos-ngosan namun masih berupa jalan semen yang lumayan licin. Satu jam ngos-ngosan melalui beberapa tanjakan tadi kita akan menemui sebuah pondok kecil milik masyarakat setempat yang digunakan sebagai tempat beristirahat saat mereka bercocok tanam atau berkebun. Angsau, begitu masyarakat setempat menyebut tempat ini. Istirahat sejenak di pondok ini merupakan ide bagus, karena nafas yang sudah mulai di ujung tanduk mengingat tanjakan yang sudah dilalui lumayan terjal dan menguras tenaga.   

Pondok milik masyarakat setempat

Di depan mata, tanjakan yang lumayan terjal menanti. Sesaat istirahat lanjut dengan perlahan, dari sini medan yang dilalui terus menanjak hanya sesekali menemui medan yang datar. Dari sini kebanyakan para pendaki mulai diuji kesabarannya, namun dengan semangat yang kuat pasti bisa kok…
Dulu sekitar tahun 80 an katanya jalur yang kami lalui ini adalah jalur perusahaan kayu, namun tidak tahu persis perusahaan tsb berhenti karena apa. Jalur bekas perusahaan tsb sebagian masih terasa yaitu jalan yang lumayan besar dilalui. Beberapa langkah dibarengi dengan istirahat beberapa detik, begitulah seterusnya beberapa jam hingga jalan pun mulai sempit, jalan semen pun berganti dengan tanah denga sedikit berbatu-batu kecil.

Jalan yang katanya bekas perusahaan kayu
Terus menanjak terus menanjak dan menanjak akhirnya sampai di puncak Paniti Ranggang. Puncak ini tidak ada yang special, masih tertutup banyak pepohonan namun cocok digunakan sebagai tempat istirahat karena kontur tanahnya yang datar dan luas.  Di puncak ini juga terdapat pertigaan, belok kanan menuju desa Juhu dan lurus adalah menuju puncak halau-halau.
Setelah tenaga yang tadi terkuras habis maka dengan bantuan makanan kecil dan istirahat, semangat pun kembali hidup. Perjalanan diteruskan, kali ini tidak terlalu menguras tenaga karena kita hanya menuruni bukit ini.  
 
Puncak Paniti Ranggang, pertigaan ini nyaris tak terlihat karena tingginya rerumputan

Pada saat musim hujan di jalur ini akan sangat banyak kita temui hewan endemic yaitu pacet/lintah daun yang bagi sebagian orang merupakan hewan yang menggelikan sekaligus menakutkan…Iya saja karena hewan kecil penghisap darah ini suka menghisap tanpa kita sadari dan menjamah ke dalam tubuh bagian dalam kita…ahhh tapi ga papa lah bagi-bagi rezeki makanan sama pacet....hehehe...
Selama kurang lebih 2 – 3 jam menuruni bukit ini dengan menyebrangi beberapa buah sungai kecil dan besar, kita akan sampai di shelter Sungai Karuh.
Di sini terdapat sebuah bangunan dari kayu dengan lantai yang tinggi yang lantai dari bamboo dilengkapi dengan atap seng. Kira-kira bisa menampung 5-6 orang, setidaknya kalau terjadi hujan dan angin deras pondok ini tempat yang tepat untuk berteduh. Namun karena usia, pondok ini sudah mulai agak rapuh.

Anak sungai

Anak sungai yang indah
 
break

Beberapa ratus meter di sebelah shelter / menuju hulu sungai, kita akan mendapat surprice. Air yang riuh bergemuruh di antara pohon-pohon tinggi menyapa kita, inilah Air Terjun Sungai Karuh. Sebenarnya air ini tidak langsung terjun sih tetapi mengalir di batu. Ketinggiannya mencapai 80-90 meter. Air terjun yang tinggi seperti ini sangat susah ditemui di Kalimantan Selatan. Beberapa air terjun yang saya jumpai sebelumnya tidak setinggi Sungai Karuh ini. Pasti tidak afdhol kalau melihat air terjun sekeren ini dilewatkan... Byuuurrrr....
Setelah asyik bermain di bawah air terjun ini, kami pun mendirikan tenda dan perisapan untuk memasak dan akhirnya tidur untuk melanjutkan perjalan besok yang medannya lebih menguras tenaga.

Air Terjun Sungai Karuh


Hari kedua :
Sungai Karuh - Penyaungan (tempat nge camp)
Setelah sarapan, packing dan beres-beres kami pun melanjutkan perjalanan. Beberapa puluh meter saja kami melangkah, tanjakan terjal sudah menanti. Huwhhhhh…. Ada yang bilang inilah tanjakan penyesalan  Satu menit melangkah dua menit istirahat hihihihi…. Sabar, terus jalan namun pasti tanjakan-tanjakan terjal telah kami dilalui. Vegetasi mulai berbeda dari sebelumnya, pohon-pohon besar seperti damar sudah banyak dijumpai, alam liar pun mulai sangat terasa. Pemandangan yang mahal bagi saya, terlebih bagi orang yang tinggalnya di perkotaan. 




Semakin jauh berjalan, ternyata pohon-pohon besar mulai berkurang, lumut yang tumbuh dibatang-batang pohon kami jumpai serta suhu yang mulai dingin yang menandakan kami sudah berada dipermukaan yang tinggi. Beberapa jam kemudian, kami menemui tempat dengan sebutan Jumantir dengan medan yang datar dan terdapat aliran air, sangat cocok digunakan sebagai tempat istirahat dan memasak. Saya dan teman-teman pun memasak di sini. Sambil memandang ke sekitar, menarik nafas dalam-dalam…aaahhh saya berada di tengah hutan yang lebat dengan pohon-pohon hijau berlumut. Indahnyaaaaaa…berasa sesat di hutan yang banyak dinosaurusnya...hahaha... Saat-saat inilah yang bikin kita rindu mendaki walau semua dilakukan dengan kucuran keringat (bahinak dibumbunan : bahasa banjar :D).
Oh iya, menurut kabar dari masyarakat setempat, dulu sekitar tahun 1985 di sekitaran Jumantir ini pesawat kecil milik perusahaan kayu dari Filipina jatuh, beberapa  penduduk ikut membantu menevakuasi puing-puing pesawat tsb dan dibawa ke Filipina. Entah benar atau tidak disekitar Jumantir, yang jelas pada waktu itu memang terjadi kecelakaan jatuh pesawat disini.

Jumantir

masak masak
  
Oke, setelah tadi masak-masak dengan menu makanan sederhana ala gunung, perjalanan pun dilanjutkan dengan semangat 45. Masih dengan tanjakan-tanjakan terjalnya, warna hijau lumut pun mulai mendominasi jalur. Hanya sesekali matahari menyapa wajahku disela-sela dedaunan. Semakin jauh dan semakin tinggi, kabut pun mulai menyapa kami sesekali dengan hawa yang dingin. Namun karena keringat hawa dingin itu cukup membantu mengusir lelah kami. Disaat-saat lelah yang luar biasa kami pun masih harus melewati beberapa tanjakan yang terjal sebelum akhirnya sampai di Penyaungan, tempat bermalam dan mendirikan tenda. Di Penyaungan banyak terdapat pohon-pohon namun kontur tanahnya yang datar serta terdapat sumber air sekitar 15 menit dari camp sehingga Penyaungan sangat layak dijadikan tempat bermalam. Meskipun sebenarnya kebanyakan dari teman kami nge camp di puncak, mengingat waktu tempuh dari Penyaungan – Puncak hanya sekitar 45 menit. Karena alasan kekurangan air dan waktu, maka kamipun memutuskan bermalam di sini. Udara disini sudah bisa dibilang dingin, karena sudah dekat dengan puncak dengan arus angin yang kencang ditambah lagi dengan rimbunnya pepohonan. Setelah mendirikan tenda, ambil air dsb kami pun memasak dan selanjutnya tidur buat summit attack jam 4 subuh.

Amazing Meratus Forest

Amazing Meratus Forest

Mystical Light of Meratus Forest

Lumut yang merajalela

Hijau lumut




Sebelum Penyaungan

Penyaungan


Hari Ketiga :
Summit attack, turun ke shelter Sungai Karuh

Alhasil pas waktu subuh, rencana awal ingin melihat sunrise ternyata gagal, maklum penyakit malas kami semua kambuh heheheh… Akhirnya kami putuskan untuk muncak setelah sarapan….

Agar lebih mudah diperjalanan, barang-barang seperti carrier dll kami tinggalkan di tenda, hanya membawa alat seperlunya saja. Tapi dijamin aman kok meninggalkan barang di sini. Untuk mencapai puncak hanya dibutuhkan waktu sekitar 45 menit dengan medan terus menanjak dengan jalurnya berupa akar-akar pohon yang berlumut, sesekali kita harus mebungkukkan badan dan kepala karena batang-batang pohon. Tak terlalu mengeluarkan tenaga ekstra akhirnya kami.....taraaaaa….kita pun di Puncak Halau- halau, puncak tertinggi di jajaran pegunungan Meratus Kalimantan Selatan. Cuma 1.901 mdpl, namun tak mudah untuk didaki begitu saja, butuh waktu perjuangan mental maupun tenaga yang dikorbankan. Tak terlalu luas dataran puncak ini, namun cukup untuk menampung sekitar 6-8 buah tenda.

Dari Puncak Halau-halau

This is a beautiful moment for me

View utama, Puncak Halau-halau Bini





Penampakan di puncak... Me and team..

Dan,, narsis pun tak terelakkan :D

Betapa bangga menyaksikan hijaunya disekeliling dengan hamparan hutan pegunungan Meratus yang masih asri yang menyimpan ratusan bahkan ribuan jenis tanaman maupun hewan didalamnya kelak buat kehidupan anak cucu kita nantinya.

Setelah jepret-jepret dan narsis, matahari sudah mulai menyengat kamipun memutuskan untuk turun. Perjalanan turun sedikit lebih cepat dari pada nanjak, ya iyalah namanya juga turun..heeehee… Bagi beberapa kelompok pendaki, dari puncak atau Penyaungan ada yang langsung turun menuju desa Kiyu (sekitar 10 – 12 jam perjalanan), tapi saya dan teman-teman memutuskan untuk bermalam di shelter Sungai Karuh saja seperti kebanyakan pendaki lain, dengan tujuan menyimpan tenaga buat hari selanjutnya. Perjalanan dari puncak ke Sungai Karuh sekitar 4- 6 jam. Lagi-lagi air terjun Sungai Karuh tempat favorit untuk melepas penat dan letih saat habis muncak…. Sumpah, tidur malam ini sangat nyenyak sekali…hihihiiii

Hari ke empat :
Sungai Karuh – Kiyu (pulang)
Setelah masak-masak, sarapan dan packing barang-barang, kamipun melanjutkan perjalanan pulang menuju desa Kiyu. Perjalanan sekitar 4-6 jam. Pendakian kali ini pun berakhir dengan selamat. Alhamdulillah.

Hal yang selalu diingatkan, bawalah pulang sampah-sampah Anda saat mendaki, gunung bukan tempat sampah. Jagalah selalu kelestarian alam kita dimanapun kita berada.

Demikian sedikit catatan pendakian puncak Halau-halau, meskipun kata-kata dan kalimat-kalimat dalam penulisannya masih amburadul. Mohon koreksinya, mudah-mudahan bermanfaat.

Salam lestari.





11 komentar:

  1. Sedikit komentar.
    Definis gunung adalah dataran yg menjualang ke atas dengan minimal ketinggian di atas 650 dpal.
    Jd gunung halau halau memeng termasuk katagori gunung

    BalasHapus
  2. kalo dari barabai untuk ke desanya naik apa yaa?, terus waktu pendakian apa warga desa mau ikut kita untuk jadi guide nya?

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Mf cuman ngasih tambahan.. Menurut pengalaman saya peribadi..

    Kalau mau kesan kalau belum mateng banget Mending jangan dehh..(KD USAH GEN)

    Klau sudah brtada di tengah2 gunung Bawaannya emosian..

    Kalau kesana perbanyak membawa makanan' kalau air tidak masalah bawa secukupnya karena disana banyak sungai (mata air)

    Kalu untuk jalan jangan takut tersesat.. Karena banyak tanda di jalanan seperti..tali..yg di ikat di pohon2

    Yg paling penting makanan Bro!!! Karna kalau sudah berada di tengah hutan.. Tidak ada kehidupan!!!

    Selamat mencoba dan rasakanlah perbedaan kehidupan setelah lo.. Naik sampe puncak! Dan eLo kembali bertemu di kehidupan yg Normal...!!!!!

    Terimakasih..

    BalasHapus
  5. wih ada foto sorang nah, di hari kedua

    BalasHapus
  6. permisi...salam kenal, saya james-berau...mas saipul, informasi diatas membantu sekali, kebetulan saya ada rencana mendaki ke gunung halau...

    BalasHapus
  7. Jadi mengingatkan 2 thn yg lalu..dan sangat bikin kangen mau ke sana lg..paniti ranggang...jumantir..sungai karuh..ada pula kami bilang lembah cirit..hahaha..panyaungan..pokoknya luar biasa deh trackingnya..

    BalasHapus
  8. asalamualaikum
    saya berniat mau naik ke gunung halau2 kali aja ada yang mau gabung bisa hubumgin saya
    terimakasihh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikum salam.. .Sy juga berminat mau mendaki kesana. .Siapa lgi yg mau mendaki kesana biar rame. ..tlong. .Pencerahanx🙏🙏🙏

      Hapus
  9. asalamualaikum
    saya berniat mau naik ke gunung halau2 kali aja ada yang mau gabung bisa hubumgin saya
    terimakasihh

    BalasHapus
  10. mantul,moga aja ad rezkiynya bisa ksna,aamii.

    BalasHapus